Total Tayangan Halaman
About Me
- ANDA
- Cilincing Jakarta utara, DKI Jakarta, Indonesia
- Hi, it's me,! my name is ANDA and I am a student from SMK 36 Jakarta, the field of fisheries expertise. This blog is about my personal life and my favorite post , fishery,tourism and more. You can find me on Facebook, Multiply, Posterous, and Friendster. Read more about me.
Rabu, 14 April 2010
REVIEW FILM MY NAME IS KHAN
March 1st, 2010 by admin Leave a reply »
Film dimulai saat seorang anak, Rizwan Khan (Tanay Chheda), seorang muslim yang mengidap sindrom Asperger, hidup bersama ibunya (Zarina Wahab) di wilayah Borivali di Mumbai. Saat ia dewasa (Shahrukh Khan), Rizwan pindah ke San Fransisko dan hidup bersama adik dan iparnya. Selama disana, ia jatuh cinta kepada (Mandira kajol). Mereka menikah dan memulai usaha. Setelah peristiwa 9/11, Rizwan dan Mandira mulai menghadapi beberapa kesulitan. Dimulai dari sebuah tragedi, mereka berpisah. Ingin kembali memenangkan hati istrinya, Rizwan melewati sejumlah petualangan diberbagai negara bagian di Amerika.
Ringkasan Cerita :
Bagaimana jika tiga komponen; kisah cinta, Islam, dan sindroma Asperger (sejenis autis) dipersatukan dalam sebuah rangkaian cerita menawan? Hasilnya My Name Is Khan!
Ini sebuah film India teranyar besutan Bolywood yang saat ini tengah beredar di bioskop-bioskop dunia, termasuk di Tanah Air, yang layak bersanding (bertanding?) dengan keperkasaan Holywood! Saya harus menyebut Shahrukh Khan dan Kajol Devgan, dua bintang yang masing-masing memerankan Rizwan Khan dan Mandira, selain juga sutradara muda Karan Johar, sebagai “nafas” film drama percintaan ini. Perlu diberi catatan, untuk urusan memerankan seorang penderita autis, Shahrukh Khan mampu menyejajarkan diri dengan Tom Hanks yang berperan sebagai Forest Gump dalam film Forest Gump.
Di sisi lain, Kajol adalah aktris berbakat sekaligus memikat, yang mahir memerankan dua keadaan jiwa yang saling bertolak belakang: bahagia dan duka, sedih dan gembira, ceria dan muram. Satu hal, Mandira yang diperankan Kajol mampu memunculkan sikap perempuan India yang tegas, berwibawa, pantang menyerah, tetapi tetap menyimpan cinta yang hangat dan tulus, yang pasti didamba setiap pria manapun di dunia ini .
Meskipun ini film drama percintaan India, jangan harap Anda dapat menemukan tari-tarian dan lagu-lagu India yang biasa bertebaran dalam satu sekuel film India, yang karena budaya inilah membuat film India dicap sebagai “jago kandang”, yang tidak akan mampu menembus pentas Holywood. Boleh jadi secara sadar Karan Johar memangkas tari-tarian itu sampai habis, kecuali pada adegan saat Khan dan Mandira menikah di sebuah kota kecil fiktif di Amerika Serikat. Sedangkan dua theme song utama film ini hanya dijadikan sebagai nyanyian latar saja. Namun demikian, siapapun yang menyukai lagu-lagu India, dua theme song itu, yakni Sajdadan Tere Naina, niscaya akan menggetarkan jiwa Anda! Simak dua video singkat di bawah ini:
Kalimat inilah yang sesungguhnya menjadi titik tekan My Name Is Khan. Kalimat yang dilontarkan Rizwan Khan saat hendak menemui Presiden Amerika Serikat, kalimat yang diucapkan Rizwan Khan sambil mengangkat tangan di antara ribuan massa penyambut presiden, yang kemudian tertangkap kamera dan disiarkan televisi ke seantero dunia. Sebuah kalimat yang mengantarkan Khan ke penjara khusus para teroris dan Khan disiksa habis-habisan di sini, sebelum kemudian dia dibebaskan karena tidak terbukti bersalah.
Adegan ini mengajarkan pula kepada para jurnalis televisi bagaimana membuat dan menciptakan sebuah berita (baca cerita) menawan dan penting dari “seseorang” yang tak bermakna seperti Rizwan Khan. Benar, kedatangan presiden AS di sebuah wilayah akan menjadi berita… tetapi ya cuma itu saja, dan semua stasiun televisi akan memberitakannya secara seragam. Jurnalis yang baik, ulet dan pantang menyerah, membuat gempar Amerika dan seluruh dunia hanya dengan mengolah gambar dan ucapan Rizwan Khan, “My name is Khan, and I’m not a terrorist!”
Sebagai penderita sindroma Asperger, Rizwan Khan kecil (diperankan Tanay Chheda) yang berasal dari keluarga kelas menengah Muslim India, menyadari kelebihan sekaligus kekurangannya itu. Dua “dunia” yang bersemayam dalam tubuhnya. Kelebihannya, ia menjadi anak yang supercerdas yang mampu menuliskan perasaannya dengan detail. Secara motorik dan logika, ia mampu mereparasi mesin rusak apapun sampai menjadi berfungsi kembali. Kekurangannya, ia tak mampu mengekspresikan kehebatannya kepada setiap orang, bahkan kepada ibunya sendiri (diperankan Zarina Wahab). Ia menjadi terisolir dan terusir dari kelompok sosial manapun. Rizwan hidup dalam dunianya sendiri, dunia yang dikembangkannya sendiri.
Sebagai penderita sindroma Asperger, Rizwan Khan takut akan warna kuning dan suara bising. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, kerap ia menjadi pusat kekerasan bagi anak-anak bandel yang merasa penampilan Rizwan aneh. Ibunya selalu mengajarkan, di dunia ini hanya ada dua jenis manusia: manusia baik yang selau berbuat baik, dan manusia jahat yang selalu berbuat jahat. Hanya manusia. Bukan agama!
Sebagai sebuah negara yang pernah terkoyak karena kerusuhan horisontal antara Muslim dan Hindu, film ini menjadi sensitif karena “bekas kerusuhan” itu masih belum pupus dalam sebagian benak orang India. Namun Rizwan Khan yang Muslim justru menikahi Mandira yang Hindu, yang ditentang habis oleh adik Khan sendiri. Terlebih lagi ketika Islam menjadi bahasan tersendiri dan menempati banyak porsi pasca peristiwa WTC, film ini menjadi perhatian dunia karena ingin menghapus cap Islam sebagai teroris yang diterakan dunia Barat. Ada derita Muslim Amerika yang baru tergambar setelah peristiwa WTC itu, meski diwakili Muslim India di Amerika. Rizwan Khan mencatat, sebelumnya dunia mengenal patokan tahun sebelum masehi (BC) dan tahun sesudah masehi (AD), “Sekarang ada 9/11.” Tidak lain merujuk pada penanda awal penderitaan sebagian Muslim pasca peristiwa WTC itu.
Cerita bergaya flash back bergulir cepat berdasarkan catatan harian Rizwan Khan. Misalnya bagaimana Khan saat mendapat sponsor dari adiknya untuk pergi ke Amerika Serikat diperlakukan sebagai seorang teroris di bandara hanya karena dia seorang backpacker yang berpenampilan aneh, yang selalu meremas-remas batu di tangannya. Khan yang membantu adiknya berjualan kosmetik dan masuk ke salon-salon sehingga kemudian bertemu Mandira yang menawan di sini, Mandiri janda beranak satu yang kelak dinikahinya. Saya pribadi, mungkin penonton lainnya, terkesan dengan adegan dimana Khan dengan peci haji sedang khusuk sembahyang sementara Mandira menyiapkan prosesinya sendiri menurut keyakinannya, Hindu.
Inti film ini tetaplah kisah cinta, bukan persoalan perkawinan beda agama, bukan pula soal teroris. Benar ada adegan “sensitif” dimana di sebuah masjid Khan berani menolak dan menentang ajakan ustadz Faisal Rahman (diperankan Arif Zakaria) yang memanasi jamaah mesjid melakukan jalan kekerasan dengan merujuk sebuah ayat. Khan menentang dan mengatakan bahwa ustadz itu pembohong karena menurut keyakinannya yng tidak pernah bohong adalah ayat dalam Al Qur’an itu! Ucapan Khan membuat geram Faisal karena sebagian besar jamaah justru meyakini kebenaran ucapan Khan. Di Akhir cerita, seorang teman Faisal menikam Khan karena dianggap “menyimpang” dari keyakinan yang dianutnya soal cara jihad.
Bicara soal cinta, tak ada yang menandingi cinta tulus Khan kepada Mandira, cinta yang 100 persen tulus (Anda memilikinya?), karena mungkin kekurangan sekaligus keluguan Khan sebagai penderita Sindroma Asperger. Khan tidak mempersoalkan Mandira yang janda beranak satu dan Hindu pula. Mandira bisa menerima cinta Khan karena anaknya, Sameer (diperankan Yuvaan Makaar), bisa berteman baik dengan ayah tirinya itu. Saat teman-teman Sameer berpaling, Khanlah yang justru menghiburnya. Namun cinta Mandira berubah menjadi kebencian setelah kematian Sameer akibat kekerasan oleh empat anak berandal di sebuah lapangan sepakbola. Mandira menuding gara-gara Sameer membubuhkan nama Khan (berbau nama Islam) menjadi korban pembunuhan.
Polisi sudah angkat tangan mengungkap kasus ini, namun Mandira mengusut dengan caranya sendiri, kendati harus mengangkat poster sendiri di tengah lapangan sepak bola, mencari keadilan. Beruntung, Reese, teman Sameer yang diancam empat anak begajul itu agar tidak membocorkan pembunuhan itu, membongkar rahasia ini meski dengan risiko masuk penjara anak-anak. Reese luluh dengan upaya gigih Mandira mencari keadilan dan meminta maaf kepada Mandira.
Di sisi lain, Mandira merasa bersalah kepada suaminya, Khan, yang kini menjadi petualang demi mendekat kepada Presiden AS untuk meneriakkan “My name is Khan, and I’m not a terrorist!” Ini gara-gara ucapannya sendiri yang keras kepada Khan, ”Kamu jangan diam saja, katakan kepada Presiden Amerika Serikat, bahwa kamu bukan teroris!” Rizwan Khan yang lugu, yang cinta mati kepada istrinya dan ingin benar-benar mengusut pembunuh Sameer dengan caranya sendiri, benar-benar menjalankan perintah istrinya itu sampai benar-benar bertemu Presiden AS terpilih, Barrack Obama (diperankan Christopher B Duncan). Mandira juga melihat di televisi betapa Rizwan Khan dengan kegigihannya menolong korban bencana banjir bandang di Georgia.
Beruntung Mandira lekas sadar dan melihat sendiri di televisi bahwa suaminya, Rizwan Khan, benar-benar telah melaksanakan perintahnya itu. Khan yang lagu, mengepalkan jarinya sambil merunduk dan berteriak, “My name is Khan, and I’m not a terrorist!” sebelum kemudian polisi meringkusnya!
“Mandira, kau jangan benci Rizwan Khan, sebab dialah satu-satunya orang yang mencintaimu dengan tulus, ia juga sangat mencintai Sameer anakmu,” pesan Haseena, psikolog yang tahu persis penyakit Rizwan Khan. Haseena adalah istri dari adik Rizwan Khan atau adik ipar Mandira. Dari sini, tinggallah Mandira mencari keberadaan Rizwan Khan yang dalam pengembaraannya kadang menjual jasanya dengan mereparasi apa saja, dari mobil mogok sampai televisi rusak. Dari keahliannya itulah Rizwan Khan bisa bertahan hidup di Amerika demi mengejar dan mendekat Presiden AS untuk menyampaikan pesan istrinya, “My name is Khan, and I’m not a terrorist!”
Di balik kisah cinta yang mengharu biru dan menguras air mata ibu-ibu, pesan dari film ini sangat kuat, bahwa Islam bukanlah teroris khususnya pasca pasca 9/11 dan betapa Muslim di Amerika harus menanggung derita tanpa akhir karena selalu dicurigai dalam setiap gerak dan langkah hidupnya.
maaf yee,,, klo kurang lengkap atau ada kesalahan namanya juga manusia
kritik dan saran kirim email ja : anda.fernanda@yahoo.co.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar